
ORANG Dengan Epilepsi (ODE) berusaha mencari cara untuk mencegah penyakitnya, namun apa daya keterbatasan obat jadi kendalanya.
Salah satu obat yang memiliki keterbatasan bagi ODE adalah obat generik khusus epilepsi. Kesulitan obat tersebut kerap didapatkan beberapa tahun belakangan.
Hal ini disampaikan dr Irawati Hawari, selaku Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI). Ia mengatakan, beberapa tahun lalu, YEI sering mendapat laporan bahwa obat epilepsi generik yang umum digunakan ODE sulit didapat.
“Kita pernah sering mendapat laporan kalau dua obat generik yang umum digunakan, yaitu fenobarbital dan karbamazepin. Padahal, obat tersebut terbilang murah karena tidak sampai Rp100,” tuturnya dalam seminar media tentang Epilepsi di Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Ia memperkirakan ini terjadi karena semakin mudahnya pasien mendapat obat di era BPJS, sehingga obat-obatan murah ini dapat habis dengan cepat. Dirinya menyayangkan dampak yang kemudian dialami oleh para ODE karena ketidaktersediaan obat-obat tersebut.
“Lalu apa dampaknya? Orang epilepsi kalau sudah cocok dengan satu obat, maka ia harus terus minum obat itu. Kalau tidak minum obat yang sesuai atau terputus, maka bangkitan atau serangan epilepsi akan muncul kembali,” terangnya.
Tak hanya itu, ODE yang tidak bisa melanjutkan pengobatan bahkan bisa mengalami status epilepticus, kata dr Irawati. Status epilepticus ini adalah kondisi epilepsi berat yang bisa mengancam jiwa.
“Ada ODE yang tadinya mengalami serangan ringan lalu berhenti konsumsi obat, sampai tiba-tiba menjadi parah dan harus dibawa ke ICU karena sudah status epilepticus. Kalau sudah demikian, maka ODE harus mendapat rawat inap dan beli obat yang lebih mahal,” tambahnya.
(okz/jjs)